Thursday, January 30, 2014

Mereka Mengenal Muhammad Seperti Mereka Mengenal Anak-Anaknya Sendiri Season III

Setelah Rasulullah mendapat wahyu pertama kalinya, yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5, beliau menggigil hebat. Lalu Khadijah menyelimuti beliau hingga tidak menggigil lagi layaknya terkena demam.

“Apa yang terjadi pada diriku?” Beliau bertanya kepada Khadijah. Maka dia memberitahukan apa yang baru saja terjadi. Beliau bersabda, “Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri.”

Khadijah berkata, “Tidak. Demi Allah, Allah akan menghinakanmu selamanya, karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut membawakan beban orang lain, member makan orang yang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.”

Selanjutnya Khadijah membawa beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, anak paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani semasa jahiliyah. Dia menulis buku dalam bahasa Ibrani dan juga menulis Injil dalam bahasa Ibrani seperti yang dikehendaki Allah. Dia sudah tua dan buta.

Khadijah berkata kepada Waraqah, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah kisah dari anak saudaramu (Rasulullah).”

Waraqah bertanya kepada beliau, “Apa yang pernah engkau lihat wahai anak saudaraku?”

Rasulullah Saw. mengabarkan apa saja yang telah dilihatnya. Waraqah berkata, “Itu adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan saja aku masih muda pada masa itu. Andaikan saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.”

“Benarkah mereka akan mengusirku?” Beliau bertanya.

“Benar. Tak seorang pun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu secara sungguh-sungguh.” Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turunnya wahyu.

Perkataan Waraqah ini menunjukkan bahwa dia memang sudah paham betul tentang tanda-tanda kenabian pada diri Rasulullah. Kelak perkataan Waraqah ini terbukti kebenarannya. Rasulullah Saw. memang mendapat hinaan, cacian, makian, dan diusir dari tanah kelahirannya, Makkah. Karena, para Nabi dan Rasul-rasul sebelumnya mengalami apa yang akan dialami oleh Rasulullah Saw. 

Bersambung....

Mereka Mengenal Muhammad Seperti Mereka Mengenal Anak-Anaknya Sendiri Season II


Di dalam sejarah kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya kita mengenal seorang sahabat bernama Abdullah bin Salam. Beliau adalah kepala pendeta dan pemuka kaum Yahudi Madinah. Sehari-hari beliau mempelajari Taurat dan mengajarkannya kepada orang Yahudi lainnya. Di dalam Kitab Taurat beliau temukan ayat-ayat tentang akan diutusnya Nabi akhir zaman. Semua tanda-tanda itu beliau kumpulkan dan renungkan. Lalu beliau bandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang bahwa ada orang Makkah yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Namanya Muhammad. Tak pelak lagi, berita ini menyita perhatiannya. Lalu beliau cocokkan omongan orang tentang Muhammad dengan apa yang tertuang di dalam Taurat. Klop! Sosok Muhammad sama persis seperti apa yang digambarkan oleh Taurat. Jadilah Abdullah bin Salam menjadi sosok yang sangat merindukan kehadiran Rasulullah Muhammad Saw.

Ketika Nabi Muhammad Saw. tiba di Madinah, hati Abdullah bin Salam berbahagia. Dia berteriak, "Allahu Akbar! Allahu Akbar!" Kontan bibinya kaget. "Kamu akan kecewa. Seandainya saja kamu mendengar kedatangan Musa bin Imran, kamu tidak bisa berbuat apa-apa," kata sang bibi.

"Wahai bibi, demi Allah, dia adalah saudara Musa bin Imran. Dia dibangkitkan membawa agamanya yang sama," kata Abdullah.

"Diakah Nabi yang kau ceritakan itu?" tanya bibinya.

"Benar!" jawabnya lalu bergegas menemui Rasulullah yang sedang dikerumuni orang banyak. Setelah berdesak-desakan, akhirnya Abdullah berhasil menemui beliau. Setelah itu beliau perhatikan dengan seksama sabda-sabda Rasulullah yang disampaikan kepada khalayak ramai. Hatinya mantap untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu Rasulullah Saw. memberinya nama "Abdullah bin Salam". Sejak saat itulah nama "Abdullah bin Salam" melekat pada diri sosok yang sebelumnya bernama Husain. 

Tak berapa lama kemudian, Abdullah bin Salam menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi suka berbohong dan sesat, saya meminta engkau memanggil ketua-ketua mereka, tapi jangan sampai mereka tahu kalau saya masuk Islam. Serulah mereka kepada agama Allah, saya akan bersembunyi di kamarmu mendengar reaksi mereka."

Rasulullah menerima permintaan tersebut. Beliau memasukkan Abdullah ke dalam bilik dan mengumpulkan para pemuka Yahudi. Rasulullah membacakan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur'an dan mengajak mereka memeluk Islam. Namun orang-orang Yahudi itu menolak, bahkan membantah kata-kata beliau.

Setelah mengetahui bahwa mereka enggan menerima seruannya, Rasulullah bertanya, "Bagaimana kedudukan Husen menurut kalian?"

"Dia pemimpin kami, kepala pendeta kami dan pemuka kami," jawab mereka.

"Bagaimana pendapat kalian kalau dia masuk Islam? Maukah kalian mengikutinya?" tanya Rasulullah.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin dia masuk Islam," jawab mereka serentak.

Tiba-tiba Abdullah bin Salam keluar dari bilik Rasulullah dan menemui mereka seraya berkata, "Wahai kaum Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Terimalah agama yang dibawa Muhammad. Demi Allah, sesungguhnya kalian sudah mengetahui bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Bukankah kalian telah membaca nama dan sifat-sifatnya dalam Taurat? Demi Allah, aku mengakui Muhammad adalah Rasulullah. Aku beriman kepadanya dan membenarkan segala ucapannya."

"Bohong!" jawab mereka. "Kau jahat dan bodoh, tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah!"

Mereka pun meninggalkan Abdullah bin Salam dan Rasulullah SAW. "Kau lihat, wahai Rasulullah. Orang-orang Yahudi itu pendusta dan sesat. Mereka tidak mau mengakui kebenaran walaupun di depan mata," ujar Abdullah. 


Ibnu Uyainah meriwayatkan, bahwa Abdullah bin Salam memanggil dua putra pamannya yang bernama Salamah dan Muhajir, kepada keduanya dia berkata, “Kalian telah mengetahui bahwa Allah Swt. telah berfirman di dalam kitab Taurat, Firman-Nya, ‘Sesungguhnya aku mengutus dari keturunan Isma’il sebagai seorang nabi yang bernama Ahmad (Muhammad). Barangsiapa yang beriman kepadanya, maka dia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang tidak beriman, maka dia akan mendapatkan laknat.’” Maka Salamah dan Abu Muhajir pun masuk Islam. 

Abdullah bin Salam telah menyingkap tabir bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi itu menyembunyikan kebenaran dari kitab suci mereka. Yaitu kabar yang menyebutkan bahwa Nabi akhir zaman itu bernama Ahmad atau Muhammad. Karena saking kenalnya mereka dengan Muhammad, sehingga Allah Swt. mengatakan bahwa orang Yahudi dan Nasrani mengenal Nabi Muhammad seperti mengenal anak-anaknya sendiri.  

Bersambung....

Mereka Mengenal Muhammad Seperti Mereka Mengenal Anak-Anaknya Sendiri

Mereka Mengenal Muhammad Seperti Mereka Mengenal Anak-Anaknya Sendiri


“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 146)

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Allah Swt. memberitahukan bahwa ulama Ahli Kitab mengenal kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka, sebagaimana seseorang dari mereka mengenal anaknya sendiri. Orang-orang Arab biasa membuat perumpamaan seperti ini untuk menunjukkan pengertian pengenalan yang sempurna. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada seorang lelaki yang bersama anaknya: “Apakah ini anakmu?” Si lelaki menjawab, “Benar, wahai Rasulullah, aku bersaksi bahwa dia adalah anakku.” Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia tidak samar kepadamu dan kamu tidak samar kepadanya.”

Imam Al-Qurthubi mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Ra. bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah bin Salam (bekas pendeta Yahudi), “Apakah engkau dahulu mengenal Muhammad sebagaimana engkau mengenal anakmu sendiri?” Abdullah bin Salam menjawab, “Ya, dan bahkan lebih dari itu; malaikat yang dipercaya turun dari langit kepada orang yang dipercaya di bumi seraya membawa keterangan mengenai sifat-sifatnya. Karena itu, aku dapat mengenalnya, tetapi aku tidak mengetahui seperti apa yang diketahui oleh ibunya.”

Mereka mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri di antara manusia lainnya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang bimbang dan ragu dalam mengenal anaknya sendiri jika dia melihatnya di antara anak-anak orang lain.

Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa sekalipun mereka mengetahui kenyataan ini dengan pengenalan yang yakin, tetapi mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran ini. Dengan kata lain, mereka menyembunyikan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. dari pengetahuan umum, padahal mereka mengetahuinya.

Bersambung....

Thursday, January 23, 2014

Yesus Kristus Mencari Tempat di Dunia Yunani (abad II-III)


1. Situasi pada awal abad II

Menjelang akhir abad I Masehi kepercayaan Kristen sudah tersebar luas. Di mana-mana terbentuk jemaah-jemaah Kristen. Menurut petunjuk yang dapat digali dari karangan-karangan yang terkumpul dalam Perjanjian Baru, refleksi umat Kristen atas fenomena Yesus dan pengalaman umat sendiri semakin terpengaruh oleh alam pikiran Yunani. Para penerus Paulus (penulis Ef, Kol, surat pastoral), penulis 2Ptr, Yud, Kis, Ibr, sudah bergerak dalam alam pikiran yang ciri Yunaninya menyolok. Demikian pun karangan-karangan yang berasal dari tradisi Yohanes. Pengaruh kebudayaan Yahudi mundur.

Tradisi awal yang berpangkal pada Yesus sendiri dan pada jemaah semula mulai dibukukan dalam karangan-karangan yang kemudian disebut "Injil-injil sinoptik". Tentu saja tradisi itu pun sudah diolah dan pengolahan itu terpengaruh oleh kebudayaan Yunani. Di samping karangan-karangan itu serta karangan-karangan lain yang kemudian terkumpul dalam Perjanjian Baru, tercipta dan beredar karangan-karangan lain. Sebagian dari karangan-karangan itu pada abad XVII terkumpul menjadi "Patres Apostolici" (Bapa-bapa rasuli). Jumlah karangan yang dimasukkan ke dalam kumpulan itu tidak selalu sama. Boleh disebutkan "Didakhe", ialah "Pengajaran kedua belas Rasul" (disusun sekitar th. 90/100).

Didakhe itu merupakan suatu Tata tertib Gereja/Jemaah. Ada sebuah karangan yang disebut "Surat Klemens Romanus", ialah sepucuk surat yang dialamatkan oleh jemaah di Roma kepada jemaah di Korintus. Ditulis sekitar tahun 100. Lagi sebuah karangan yang disebut "Surat Barnabas" yang ditulis sekitar tahun 120. Ada tujuh surat yang oleh Ignatius, uskup Antiokhia di Siria, sekitar tahun 107 dikirim kepada sejumlah jemaah di Asia Depan, Roma dan uskup Smirna, Polykarpus. Polykarpus ini sekitar tahun 107 menulis sepucuk surat kepada jemaah di Filipi. Selama abad II sejumlah besar karangan lain beredar. Hanya saja sukar dipastikan kapan persis karangan-karangan itu disusun. Tetapi di antaranya (Misalnya: Injil yang disebut Injil Tomas) ada yang menjelang akhir abad I atau pada awal abad II digubah, sehingga sezaman dengan beberapa karangan yang tercantum dalam Perjanjian Baru.

Seperti terbukti oleh karangan-karangan Perjanjian Baru dan lain-lain karangan, maka umat Kristen pada awal abad II jauh dari seragam, baik dalam organisasinya maupun dalam pengungkapan iman kepercayaannya. Sebuah Kitab Suci Kristen belum ada. Satusatunya Kitab Suci yang diterima ialah Kitab Suci Yahudi, Perjanjian Lama yang dibaca dan ditafsirkan dengan kaca mata Kristen, ialah pengalaman umat Kristen dengan Yesus dan Roh Kudus. Tetapi sudah terbentuk beberapa rumus pendek yang meringkaskan pokok-pokok inti kepercayaan Kristen (Ibr 5:12; 6:1-2). Beberapa dari rumus itu tercantum dalam Perjanjian Baru (IKor 15:3-5; ITes 4:14; Rm 1:3-4; 4:25; 10:9-10; IPtr 3:18-19; ITim 3:16; 2:5; Kis 8:37). Hanya baiklah diingat bahwa rumus-rumus itu tidak sama di mana-mana dan karangan-karangan yang tercantum dalam Perjanjian Baru cukup terbatas lingkup peredarannya dan boleh jadi dicurigai (2Ptr 3:15-16).

Meskipun tidak ada suatu "pusat" umum, mirip dengan Roma yang di kemudian hari menjadi pusat Gereja (Katolik), ada beberapa tempat yang luas pengaruhnya. Yerusalem sebagai pangkal dan awal mula segala-galanya tetap penting. Tetapi di samping itu berkembanglah beberapa pusat lain: Antiokhia di Siria, Efese di Asia Depan, Roma dan kiranya juga Aleksandria di Mesir (lKor 1:12; 16:12; Kis 18:12, 24; 28:15).
Kekristenan yang tidak seragam itu toh sudah menjadi dua cabang, masing-masing dengan cirinya sendiri. Tentu saja tidak jelas terpisah dan kadang kala tumpang tindih, namun ada dua arus dalam kekristenan.

Ada kekristenan Yahudi, yaitu jemaah-jemaah yang terutama terdiri atas orang yang berbangsa Yahudi. Pusat jemaah-jemaah itu tentu saja Yerusalem, tetapi mereka toh terutama tersebar di Diaspora dan terpengaruh oleh alam pikiran dan sinkretisme Yunani. Rupanya jemaah-jemaah Kristen-Yahudi itu terutama terdapat di Palestina, Siria, Asia Depan dan Mesir. Dan ada kekristenan Yunani, ialah jemaah-jemaah yang secara eksklusif atau terutama terdiri atas orang yang tidak berbangsa Yahudi dan seluruhnya berkebudayaan Yunani. Karangan-karangan Perjanjian baru, khususnya karangan-karangan Paulus, membuktikan bahwa antara kedua cabang kekristenan itu ada ketegangan yang juga menyangkut caranya Yesus Kristus dipikirkan dan dinilai. Paulus memang berbangsa Yahudi, tetapi toh tampil sebagai suara jemaah-jemaah Yunani. Dan jelaslah antara Paulus dan jemaah di Yerusalem, pusat kekristenan Yahudi, ada ketegangan dan malah permusuhan (Kis 15:1, 39; Gal 2:4, 12; 6:13; IKor 11:21; Flp 3:2-3; Rm :30-31). Dan kekristenan Yahudi selama abad II terus bermusuhan dengan Paulus, yang dinilai sebagai "pengkhianat" dan "murtad".

Tiap-tiap cabang kekristenan, Yahudi, dan Yunani, menempuh perkembangannya sendiri. Dan perkembangan yang berbeda itu pun menyangkut refleksi atas fenomena Yesus. Muncullah "kristologi" yang berbeda.

To Be Continue ;)