Sunday, March 30, 2014

Kehidupan Hati Orang yang Berdzikir


Rasulullah Saw bersabda, "Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir kepada Tuhannya adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Setiap manusia mencintai kehidupan dan takut kepada kematian. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa tidak mengingat Allah SWT, walaupun ia hidup maka keadaannya tidak berbeda dengan orang yang mati, kehidupannya adalah sia-sia."

Imam Hakim berkata, "Mengingat Allah itu melembutkan hati. Hati yang kosong dari dzikir akan menyebabkan hawa nafsu bergejolak, dan syahwat akan terbakar, sehingga hatinya menjadi keras, dan anggota badan lainnya turut menjadi keras. Dia tidak akan lagi taat kepada Allah. Jika anggota badan itu ditarik (untuk diperbaiki) maka pasti akan patah, seperti kayu yang kering yang tidak dapat bengkok, kecuali apabila dipotong atau dibakar."

Rasulullah Saw bersabda, "Perumpamaan rumah yang di dalamnya disebutkan nama Allah dan rumah yang di dalamnya tidak disebutkan nama Allah seperti orang yang hidup dan orang mati."

Beliau menganggap rumah orang yang berdzikir seperti rumah yang hidup dan semarak, sedangkan rumah orang yang lalai dan tidak berdzikir sama dengan rumah orang mati atau kuburan. Jika kita hubungkan dengan hadis pertama mencakup pengertian bahwa hati yang berdzikir seperti orang hidup yang berada di rumah orang-orang yang juga hidup, sedangkan orang yang lalai tidak mau berdzikir seperti orang mati yang berada di dalam kuburan. Tidak dapat diragukan bahwa tubuh orang-orang yang lalai merupakan kuburan bagi hati mereka dan hati mereka yang ada di dalam badannya seperti orang mati di dalam kuburan.

Dengan kata lain, mereka yang rajin berdzikir, hatinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman. Sebagaimana pohon yang tumbuh menghasilkan daun yang rindang dan buah-buahan yang melimpah; menyejukkan sekaligus dapat diambil manfaatnya. Sedangkan orang yang tidak berdzikir, hatinya penuh dengan kegelisahan, kesedihan, dan penderitaan. Sebagaimana pohon yang mati yang tidak memberikan manfaat apa-apa. 

Saturday, March 29, 2014

Poros Kehidupan Seorang Mukmin: Iman Kepada yang Gaib


Al-Ghaibu: Para ulama Salaf berbeda redaksi dalam menafsirkannya. Abul ‘Aliyah mengatakan: Orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, surga-Nya, pertemuan dengan-Nya dan kehidupan setelah mati. Itu semua adalah hal-hal yang ghaib. 

As-Sadyi meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud bahwa: Hal yang ghaib adalah hal-hal yang tersembunyi dari hamba seperti surga, neraka dan sebagainya yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. 

‘Atha mengatakan: Barangsiapa yang telah beriman kepada Allah, itu artinya dia telah beriman kepada hal yang ghaib. Semua pendapat tersebut maknanya berdekatan, maksudnya adalah sama.

Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abdurrahman bin Yazid bahwa dia berkata: Kami duduk bersama dengan Abdullah bin Mas’ud, saat itu kami memperbincangkan para sahabat Nabi Saw. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Muhammad Saw. memiliki pandangan mata yang tajam. Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada keimanan yang lebih utama dari pada beriman kepada hal yang ghaib.” Kemudian Abdullah bin Mas’ud membaca surat Al-Baqarah ayat 3 – 5.” (H.R. Ibnu Abi Hatim, Ibnu Murdawiyah dan Hakim. Hakim mengatakan bahwa hadits tersebut shahih berdasarkan kriteria shahih yang ditetapkan oleh Syaikhani)

Berkenaan dengan makna hadits tersebut, Imam Ahmad meriwayat­kan dari Ibnu Muhairizi, dia berkata: Aku berkata kepada Abu Jam’ah, “Bacakanlah satu hadits yang engkau terima dari Rasulullah Saw.” Abu Jam’ah berkata, “Baiklah aku akan membacakan satu hadits yang baik: Kami sedang makan bersama Rasulullah Saw., di sana juga ada Abu Ubaiddah bin Jarah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang lebih baik dari kami? Padahal kami menegakkan Islam dan berjihad bersama engkau?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ya, mereka adalah orang-orang yang hidup setelah kalian, mereka iman kepadaku padahal mereka tidak pernah melihatku.” (H.R. Ahmad dari Abu Jam’ah Al-Anshari)

Dalam riwayat yang lain dari Shalih bin Jabir, dia berkata: Abu Jam’ah Al-Anshari menemui kami. Dia adalah orang yang menemani Rasulullah Saw. di Baitul Muqaddas dan ikut shalat bersama beliau di sana. Pada saat itu di antara kami juga ada Raja’ bin Haiwah r.a.. Ketika Abu Jam’ah keluar, kami ikut keluar berjalan bersamanya. Pada saat akan berpisah dia berkata, “Sesungguhnya kalian mempunyai ganjaran dan hak. Aku akan menceritakan hadits yang aku terima dari Rasulullah Saw.” Kami berkata, “Baiklah, semoga Allah merahmatimu.” Dia berkata, “Kami bersama Rasulullah Saw. saat itu ada Mu’adz bin Jabal, kami bertanya kepada beliau: “Apakah masih ada kaum yang ganjarannya lebih besar dari kami yang beriman kepadamu dan mengikuti jalanmu?” Rasulullah Saw. bersabda, “Apa yang menghalangi kalian dari itu, padahal Rasulullah ada di hadapan kalian dengan membawa wahyu dari langit? Akan tetapi kaum setelah kalian diberikan kitab dari dua lembaran, beriman kepadanya dan mengamalkannya. Mereka mendapat pahala yang lebih besar dari kalian. Mereka mendapat pahala yang lebih besar dari kalian.” (H.R. Abu Bakar bin Murdawiyah dalam tafsirnya dari Shalih bin Jubai dari Abu Jam’ah).

Sahabatku, menurut penjelasan di atas, ternyata iman yang paling tinggi adalah iman kepada yang gaib. Dengan iman itulah orang-orang beriman berhati-hati dalam meniti langkah di dunia ini. Mereka menyadari dengan penuh keyakinan tentang kebenaran ajaran Islam meskipun mereka tidak pernah bertemu dengan Rasulullah dan para sahabatnya. Mereka juga meyakini akan adanya alam akhirat, surga, neraka, alam kubur, dan mereka meyakini jika Allah melihat mereka meskipun mereka tidak dapat melihat Allah dengan mata kepala mereka. 

Kebalikannya dengan orang yang tidak beriman kepada yang gaib, mereka menghina Islam, berbuat dan berkata semaunya, tidak punya adab dalam bertingkah laku. Mereka berbuat maksiat karena merasa tidak ada yang melihat mereka. Mereka melakukan korupsi, manipulasi, konspirasi jahat, dan perbuatan tercela lainnya. Yang paling buruk dari mereka adalah orang yang tidak mempercayai adanya Allah, maka runtuhlah kebaikannya, hancurlah akhlaknya. Menurut mereka sistem yang sedang mereka bangun benar, tapi kenyataannya dalam sejarah tertulis bahwa kehancuran dan kerusakan disebabkan oleh mereka yang tidak mengakui adanya Tuhan dan bertindak bukan sesuai dengan perintah Tuhan. Mereka berbuat hanya memperturutkan hawa nafsunya.

Sungguh mengerikan akibatnya bila keimanan kepada yang gaib tercerabut dari hati dan pemikiran kita. Karena dapat mengakibatkan kerusakan di alam semesta. Perzinaan merebak dimana-mana, korupsi merajalela, riba menguasai sistem ekonomi yang ada, kekerasan atas nama anarkisme hawa nafsu seperti ashobiyah ada dimana-mana. Maka, sudah saatnya bagi kita untuk kembali kepada poros kehidupan kita. Yaitu beriman kepada yang gaib. Dialah penggerak dan pendorong yang paling kuat untuk beramal, menjauhi maksiat, dan bertobat. 

Thursday, March 27, 2014

Teungku Syeikh Muhammad Hasan Krueng Kalee


Ketika peristiwa DI/TII meletus di Aceh, seorang utusan Daud Beureueh datang menjumpainya untuk mengajak bergabung dalam barisan DI/TII. Namun beliau menolak dengan sebuah ungkapan yang masyhur; “terbangkanlah layang-layang ketika angin kencang Ungkapan ini bermakna bahwa keputusan Abu Beureu’eh dan kawan-kawan ketika itu tidak di dukung oleh situasi dan kondisi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil, Namun justru akan menyengsarakan rakyat.

Tgk Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee adalah seorang ulama besar Ahlusunnah wal jama’ah yang menganut Thariqat Haddadiyah, yakni thariqat yang berpangkal kepada Said Abdullah Ala Hadad. Meski demikian beliau bukanlah seorang ulama yang tradisional (kolot). Salah seorang murid Tgk Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee adalah ; Tgk Muhammad Daud Beureueh.

Tengku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee agaknya adalah seorang tokoh ulama yang mampu mensuri-tauladani sirah Rasul tersebut dengan baik. Selain dikenal sebagai ulama sufi perkembangan Tarekat al-Haddadiyah di Aceh, ia juga diakui berperan aktif dalam sejumlah peristiwa politik ulama ini di Aceh sepanjang hidupnya.

Pada masa revolusi kemerdekaan, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee ikut aktif berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia, para pemimpin perjuangan bukan hanya tokoh politik saja, tetapi juga dipelopori oleh ulama. Para ulama tidak bergerak sendiri-sendiri, melainkan bergabung dalam suatu organisasi seperti PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) dan lain-lain.

Siapakah Beliau ?



Syaikh Teungku Hasan bin Teungku Muhammad Hanafiyyah bin Teungku Syaikh 'Abbas binTeungku Muhammad Fadhli. Yang lebih dikenali sebagai Syaikh Hasan Krueng Kalee atau Abu Krueng Kalee adalah salah seorang ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama`ah kelahiran Aceh. Untuk pengetahuan, "teungku" adalah gelaran hormat masyarakat Aceh yang diberi kepada ulama, sebagaimana "teuku" pula diberikan kepada bangsawan atau pemimpin.

Beliau lahir pada tanggal 13 Rajjab 1303 H, bertepatan dengan 18 April 1886 H. di desa Meunasah Letembu, Langgoe Kabupaten Pidie, Aceh. Ketika itu ayahnya yang bernama Tgk. Muhammad Hanafiyah yang merupakan pimpinan dayah Krueng Kalee sedang dalam pengungsian di daerah tersebut akibat perang dengan Belanda yang berkecamuk di kawasan Aceh Besar.

Muhammad Hasan kecil dibawa kembali oleh orang tuanya ke kampong halaman mereka di Krueng Kalee. Di sanalah perjalanan keilmuannya dimulai di bawah asuhan ayahanda Tgk. Muhammad Hanafiyah yang dikenal dengan panggilan Teungku Haji Muda. Selain itu ia juga belajar agama di Dayah Tgk. Chik di Keubok pada Tgk. Musannif yang menjadi guru pertama setelah ayahnya sendiri.

Ketika umurnya beranjak dewasa, ia melanjutkan pendidikan ke negeri Yan Keudah, Malaysia, yakni di Pesantren Tgk. Chik Muhammad Irsyad Ie Leubeu. Yang terakhir ini merupakan ulama Aceh yang turut mengungsi ke negeri Jiran akibat situasi perang.

Dari Yan, Tgk. M. Hasan bersama adik kandungnya yang bernama Tgk. Abdul Wahab berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan pendidikan di Mesjid al-Haram, namun tidak lama setiba mereka di sana, adiknya tersebut meninggal dunia karena sakit. Hal ini tidak membuat Tgk. Hasan patah semangat, ia tetap sabar dan teguh melanjutkan pendidikannya dari para ulama besar Mesjid al-Haram hingga lebih kurang 7 tahun.

Selain belajar ilmu agama, ia juga belajar ilmu falak dari seorang pensiunan jenderal kejaaan Turki Ustmani yang menetap di Mekkah. Hal mana kemudian membuatnya alim dalam ilmu Falak dan digelar dengan sebutan “Tgk. Muhammad Hasan Al-Asyie Al-Falaky.”

Sekembalinya dari Mekkah, Abu Krueng Kalee tidak langsung pulang ke Aceh tapi terlebih dahulu singgah di Pesantren gurunya Tgk. M. Irsyad Ie Leubeu di Yan Kedah. Di pesantren ini Abu Krueng Kalee sempat mengajar beberapa tahun dan kemudian dijodhkan oleh gurunya dengan seorang gadis yatim keturunan Aceh bernama Nyak Safiah binti Husein.

Atas panggilan pamannya Tgk. Muhamad Sa’id- Pimpinan Dayah Meunasah Baro- Tgk. M. Hasan pulang untuk mengabdi dan mengajar di Dayah tersebut. Tidak lama berselang, Abu Krueng Kalee membuka lembaga pendidikannya sendiri di Meunasah Blang yang hari ini terletak di Desa Siem bersebelahan dengan Desa Krueng Kalee, Kec. Darussalam, Aceh Besar.

Di tempat terakhir ini, Abu Krueng Kalee mulai menbgabdikan seluruh ilmunya dan berhasil mencetak kader ulama-ulama baru berpengaruh dan berpencar di seluruh Aceh, Di antara murid-murid beliau yang berhasil menjadi ulama adalah :
  1. Teungku Ahmad Pante, ulama dan imam masjid Baitur Rahman Banda Aceh.

  2. Tgk. H. Mahmud Blang Bladeh, Bireuen.

  3. Tgk. H. Abdul Rasyid Samlako Alue Ie Puteh,

  4. Tgk. H. Yusuf Kruet Lintang

  5. Tgk. Haji Adnan Bakongan

  6. Teungku Hasan Keubok, ulama dan qadhi Aceh Rayeuk.

  7. Teungku Muhammad Saleh Lambhuk, ulama dan imam masjid Baitur Rahman Banda Aceh.

  8. Teungku Abdul Jalil Bayu, ulama dan pemimpin Dayah Al-Huda Aceh Utara.

  9. Teungku Sulaiman Lhoksukon, ulama dan pendiri Dayah Lhoksukon, Aceh Utara.

  10. Teungku Yusuf Peureulak, ulama dan ketua majlis ulama Aceh Timue.

  11. Teungku Mahmud Simpang Ulim, ulama dan pendiri Dayah Simpang Ulim, Aceh Timue.

  12. Teungku Haji Muda Waly Labuhan Haji, pendiri Dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan.

  13. Tgk. H. Idris Lamreng (Ayah Alm. Prof. Dr. Safwan Idris, Rektor IAIN Ar-Raniry )

  14. Teungku Syaikh Mud Blang Pidie, ulama dan pendiri Dayah Blang Pidie, Aceh Selatan.

  15. Syaikh Syihabuddin, ulama dan pendiri Dayah Darussalam Medan, Sumatera Utara.

  16. Kolonel Nurdin, bekas Bupati Aceh Timue.

  17. Teungku Ishaq Lambaro Kaphee, ulama dan pendiri Dayah Ulee Titie.
Pada tahun 2007, senin 7 Mei, bertepatan dengan 19 Rabiul Akhir 1438 H. Sebuah forum tingkat tinggi ulama Aceh menggelar pertemuan kedua di Mesjid Raya Baiturrahman; pada pertemuan yang menghadirkan ratusan ulama Aceh ini menyimpulkan bahwa ada empat ulama Aceh yang telah sampai pada tingkat Ma’rifatullah. Keempat ulama itu, masing-masing
  1. Syaikh Abdurrauf As-Singkili,

  2. Syaikh Hamzah Fansuri,

  3. Tgk Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee dan

  4. Tgk Syaikh H.Muhammad Waly Al-Khalidy ( Tgk H Muda Waly )
Peran Tgk. H. M. Hasan Krueng Kalee secara khusus sangat besar artinya bagi perekembanagn dan kemajuan pendidikan agama di Aceh pada masa berikutnya. Demikian pula kiprahnya dalam bidang politik telah memberi arti vital, dukungan dan semangat bagi kelangsungan RI yang ketika itu baru seumur jagung.

Kiprah dalam Politik dan Organisasi Islam

Satu hal yang menarik dikaji pada tokoh Abu Krueng Kalee adalah kiprahnya di dunia politik. Meski Abu Krueng Kalee seorang ulama salafi dan sufi terkemuka di Aceh yang dikenal sangat fanatik, namun hal tersebut tidak lantas membuatnya jauh dari dunia politik yang seolah dianggap tabu dan berseberangan dengan ajaran agama.

Pada masa revolusi kemerdekaan, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee ikut aktif berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia, para pemimpin perjuangan bukan hanya tokoh politik saja, tetapi juga dipelopori oleh ulama. Para ulama tidak bergerak sendiri-sendiri, melainkan bergabung dalam suatu organisasi seperti PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) dan lain-lain.

Pada tanggal 1-2 Oktober 1932 ketika diadakan Musyawarah Pendidikan Islam di Lubuk, Aceh Besar, Tgk.Haji Hasan Kruengkalee terlibat didalamnya. Pada kegiatan ini membicarakan masalah pembaruan dan perbaikan pendidikan Islam. Ulama-ulama terkemuka hadir menjadi peserta pada kegiatan tersebut, diantaranya adalah Tgk H.Hasballah Indrapuri, Tgk H.Abdul Wahab Seulimum, Tgk Muhammad Daud Beureueh, Tgk M.Hasbi Ash-Shiddiqy, Tgk Haji Hasan Kruengkalee TgkH.Trienggadeng dan lain-lain sebagainya. Keputusan-keputusan yang diambil dari musyawarah pendidikan Islam tersebut adalah :
  • Tiada sekali-kali terlarang dalam agama islam kita mempelajari ilmu keduniaan yang tidak berlawanan dengan syariat, malah wajib dan tidak layak ditinggalkan buat mempelajarinya.

  • Memasukkan pelajaran-pelajaran umum itu ke sekolah-sekolah agama memang menjadi hajat sekolah-sekolah itu.

  • Orang perempuan berguru kepada orang laki-laki itu tidak ada halangan dan tidak tercegah pada syara.
Setelah proklamasi 17 agustus 1945, Tgk H.Hasan Krueng Kalee menandatangi sebuah pernyataan bersama mengenai perang kemerdekaan. Bersama tiga orang ulama besar yaitu Teungku haji Jakfar Siddiq Lamjabat, Teungku Haji Hasballah indrapuri dan Teungku Muhammad Daud Beureueh. Pernyataan itu menegaskan bahwa :
Menurut keyakinan kami bahwa perjuangan ini adalah perjuangan suci yang disebut perang sabil.Maka percayalah wahai bangsaku bahwa perjuangan ini adalah sebagai sambungan perjuangan dahulu di Aceh yang dipimpin oleh almarhum Teungku chik Ditiro dan pahlawan-pahlawan kebangsaan yang lain. Dan sebab itu bangunlah wahai bangsaku sekalian, bersatu padu menyusun bahu, mengangkat langkah menuju ke muka untuk mengikut jejak perjuangan nenek kita dahulu. Tunduklah dengan patuh akan segala perintah-perintah pemimpin kita untuk keselamatan tanah air agama dan bangsa.”
Pernyataan tersebut tertanggal 15 Oktober 1945. untuk menggerakkan orang-orang dewasa dan orang-orang tua agar berjihat dalam satu barisan teratur, barisan sabil atau barisan mujahidin. Pada tanggal 25 Oktober Tgk Haji Hasan Krueng Kalee mengeluarkan sebuah seruan tersendiri yang sangat penting. Seruan ini ditulis dalam bahasa Arab kemudian dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia) dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh ketua umumnya Ali Hasjmy tertanggal 8 November 1945 Nomor 116/1945 dan dikirim kepada para pemimpin dan ulama diseluruh Aceh. Setelah seruan penting itu tersiar luas, maka berdirilah barisan Mujahidin di seluruh Aceh yang kemudian menjadi Mujahidin Devisi Teungku Chik Ditiro.

Pada masa itu Tgk Haji Hasan Krueng Kalee merupakan salah seorang penasehat Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), yaitu salah satu organisasi yang bertujuan untuk mendidik masyarakat melalui organisasi tersebut guna meningkatkannya menjadi wadah pendidikan yang lebih berdaya guna. Tetapi pada masa hangt-hangatnya perjuangan membela tanah air, organisasi ini menjadi pelopor dalam menggerakkan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, seperti yang dikemukakan oleh Prof. A. Hasjmy dalam salah satu tulisannya.

Pada awal tahun 1942 Pusa (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Perti ( Persatuan Tarbiyah Islamiyah) menggerakkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Aceh, adalh hal yang logis karena para pemuda yang aktif dalam pemberontakan tersebut sebagian besar mereka yang telah ditempa iman dan semangat jihadnya dalam madrasah-madrasah, yang sistem pendidikan dan kurikulumnya telah diperbaharui.

Dapat diketahui bahwa hanya dua organisasi Islam yang tampil sebagai pelopor yang menggerakkan pemberontakan rakyat terhadap penjajahan Belanda, meskipun banyak juga organisasi-organisasi lain yang mulai tumbuh di Aceh. Dengan demikian para ulama tergabung dalam organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah maupun Perasatuan Ulama Seluruh Aceh, juga para pemuda yang telah ikut aktif dalam pemberontkan terhadap Belanda. Melalui wadah organisasi ini pula bersama-sama dengan ulama-ulama lain seperti disebutkan diatas Tgk Haji Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa tentang perlunya seluruh rakyat berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dengan jalan jihad fi sabilillah, hal ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945.


Almarhum Tgk Haji Hasan Krueng Kalee juga telah mengeluarkan fatwa tentang seruan jihad fi sabilillah untuk melawan Belanda pada tanggal 15 Oktober 1945, dalam rangka mempertahankan Negara Republik Indonesia yang ditangani oleh beberapa ulama Aceh lainnya, diantaranya oleh Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, Teungku Haji Muhammad Daud Beureueh, Teungku Ja’far Lamjabat alias Teungku Syik Lamjabat dan Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri (Teungku Indrapuri).

Dari uraian diatas jelas bahwa Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, pada awal tahun proklamasi Republik Indonesia, beliau pernah mengeluarkan fatwa Aceh, tentang seruan jihad fisabilillah melawan Belanda dalam rangka mempertahankan Indonesia merdeka bersama-sama ulama Aceh lainnya. Meskipun pada masa setelah kemerdekaan, mulai muncul organisasi islam yang lain, namun Tgk Haji Hasan Krueng Kalee tetap menyalurkan aktifitasnya melalui organisasi Perti.

Himbauan jihad diatas, telah menggerakkan masyarakat tampil kemedan perjuangan di tanah Aceh untuk merebut kemerdekaan dan mempertahankannya. Mereka umumnya tergabung dibawah organisasi misalnya Pusa, pemuda Pusa, kasyafatul Islam, Muhammaddiyah, Pemuda Muhammaddiyah, Perti, Permindo (Pergerakan Angkatan Muda Islam Indonesia), maupun organisasi-organisasi Islam lainnya.

Kiprah politik Abu Krueng Kalee juga terlihat dalam kasus perang Cumbok antara pasukan Uleeblang Aceh pimpinan Teuku Daud Cumbok dengan pasukan pejuang Aceh yang mendukung kemerdekaan RI. Pada dasarnya tidak semua ulama setuju dengan perang ini. Abu Krueng Kalee salah seorang di antaranya. Abu Krueng Kalee lah yang di utus pihak pejuang Aceh di Kuta Raja untuk menemui Teungku Daud Cumbok agar mau berdamai. Namun ajakan itu ditolak. Atas sikapnya yang netral itu beliau diangkat oleh Komite Nasional Daerah Aceh menjadi salah seorang anggota tim penyelidikan asal-usul tragedi besar “perang saudara” yang telah merenggut sekitar 1500 nyawa rakyat Aceh dipenghujung tahun 1945 tersebut.

Ketika peristiwa DI/TII meletus di Aceh tahun 1953, seorang utusan Daud Beureueh datang menjumpainya untuk mengajak bergabung dalam barisan DI/TII. Namun beliau menolak dengan sebuah ungkapan yang masyhur; “Ta Peu’ek Geulayang Watei na Angen.” (terbangkanlah layang-layang ketika angin kencang). Ungkapan ini bermakna bahwa keputusan Abu Beureu’eh dan kawan-kawan ketika itu tidak di dukung oleh situasi dan kondisi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil dan justru akan menyengsarakan rakyat.

***

Pada tanggal 19 Januari 1973, tepatnya malam Jum’at sekitar pukul 03.00 dini hari, Abu Krueng Kalee menghembuskan nafasnya yang terakhir. Meninggalkan tiga orang istri; Tgk. Hj. Nyak Safiah di Siem; Tgk. Nyak Aisyah di Krueng Kalee; dan Tgk. Hj. Nyak Awan di Lamseunong. Dari ketiga istri tersebut Abu Krueng Kalee Meninggalkan Tujuh belas orang putra dan putri. Salah seorangnya yaitu Tgk. H. Syech Marhaban sempat menjabat Mentri Muda Pertanian pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Tgk. H. Hasan Krueng Kalee memang telah tiada, namun dengungan suara tahlil dan shamadiyah menurut tarekat Al-Haddadiyah masih menggema dan terus terdengar di berbagai desa dan kota di Serambi Mekkah. Seiring dengan itu fatwa syahid yang beliau keluarkan masih terus relevan dan memberi motivasi sendiri bagi masyarakat Aceh dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan. Wallahu’alam
  • Dayah Darul Ihsan Tgk. Haji Hasan Krueng Kalee

Saturday, March 8, 2014

Mengapa menyembah Allah SWT Yang Tidak Terlihat, Yang Belum Tentu Ada ?

Islamic (Surely The True Religion With Allah is Islam (Qur'an Alimran:19)

'' Dan Mereka Berkata : 'Sekali kali Tidak Akan Masuk Syurga Kecuali Orang - Orang Yahudi Dan Nasrani ' Demikian Hanya Angan - Angan Mereka Yang kosong Belaka Katakanlah: " Tunjukanlah bukti kebenaranmu Jika Kamu Adalah Orang - Orang Yang Benar ( Qs 2 : 111 )

"Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Wa'Asyhadu anna muhammadar Rasulullaah" Meaning: "I testify There is no god but Allah, and i testify Muhammad is the messenger of Allah"

Mengapa menyembah Allah SWT Yang Tidak Terlihat, Yang Belum Tentu Ada ?
Ini Merupakan pertanyaan dari kaum KAFIR KRISTEN yang menganggap bahwa Allah adalah tuhan yang tidak ada, karena Allah SWT tidak pernah menunjukan/menampakan wujudnya dihadapan manusia. Ini sangat berbeda dengan tuhan-tuhan yang dihanggap dan disembah oleh kaum KAFIR KRISTEN yang menunjukan wujudnya yang serupa dengan penyembahnya, Pantaskah tuhan itu serupa dengan ciptaannya.? 

Dalam kajian islam, tuhan itu tidak dapat dilihat oleh penglihatan mata, tidak dapat disentuh,tidak dapat didengar oleh manusia biasa, tuhan tidak serupa dengan ciptaannya mau dibumi ataupun dilangit, tuhan tidak beranak dan tuhan itu maha esa yang tidak bisa diduakan ataupun ditigakan.

Dallil Dalam Al Quran dan Alkitab : Tidak Terlihatnya Allah #Catet 

Dalam Alkitab Disebutkan : (37) Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah kamu lihat, Yohanes 5

(20) Lagi firman-Nya: "Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup." Keluaran 33

Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin. (I Timotius 1:17)

Aku sedih melihat sebagian manusia yang menyembah ilah yang tidak mereka kenal (Yohanes 4:22).

Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia
yang fana (Roma 1:23).


Yohanes 4:22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal.


Dalam Al-Quran Disebutkan : Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.(Qs Yasin [36] : 11)

(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(Qs Al-Anam [6] : 102-103)

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
(QS Al-Mulk [67] : 2)

Semua bukti-bukti ini sudah sangat jelas bahwa allah adalah tuhan yang tidak terlihat.namun sangat hebat jika manusia tetap menyatakan bahwa allah adalah tuhan yang tidak ada.

Berikut ini Penjelasan Allah Dapat Dilihat Oleh manusia Setelah manusia Melewati Kematian :

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, melihat Allah di akhirat nanti adalah pasti kebenarannya dan barangsiapa yang mengingkarinya berarti kafir. Orang-orang mukmin akan melihatNya pada hari kiamat dan ketika mereka berada di dalam jannah sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Keyakinan seperti ini berdasarkan ijma' Ahlus Sunnah. Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Mereka melihat RabbNya". [Al-Qiyamah : 22-23]

Allah juga berfirman.

"Artinya : Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik dan tambahan". [Yunus : 26]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkan tambahan dengan kenikmatan melihat wajah Allah. Disebutkan pula dalam hadits bahwa orang-orang beriman akan melihat Rabb mereka pada hari kiamat dan ketika di dalam jannah.

Adapun dalam kehidupan dunia, maka tiada seorangpun yang bisa melihat Allah. Allah berfirman.

"Artinya : Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan". [Al-An'aam : 103]

Allah pernah berfirman kepada Nabi Musa : 'Lantaraanii' (kamu tidak akan bisa melihat-Ku) [Al-A'raf : 143]. Disebutkan pula bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.

"Artinya : Ketahuilah bahwa tiada seorangpun yang akan bisa melihat Rabb-nya sehingga ia mati".

Melihat Allah merupakan kenikmatan yang tertinggi bagi penghuni jannah. Sedangkan dunia kita ini adalah bukan tempat kenikmatan, akan tetapi merupakan tempat bersusah payah, bersedih dan tempat pemberian beban (taklif) atau tempat usaha. Jadi Allah tidak bisa dilihat di dunia sekarang ini, akan tetapi di akhirat nanti orang-orang beriman akan melihatNya.

Sedangkan orang-orang kafir, di akhiratpun nanti tetap tidak bisa melihat Allah, karena mereka dihalangi untuk melihatNya, Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Tidak demikian, namun sesungguhnya mereka pada hari (kiamat) itu benar-benar terhalang dari melihat Rabb mereka". [Al-Muthaffifin : 15]

Silahkan direnungkan & dipikirkan, tentu saja menggunakan akal karena karunia AKAL inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Dan AKAL inilah yang melebihkan derajat manusia dari BINATANG. Jangan mau dibohongi pernyataan yang menyamakan derajat manusia dengan BINATANG.

PENGKHOTBAH 3:19 Karena NASIB MANUSIA ADALAH SAMA DENGAN NASIB BINATANG, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan MANUSIA TAK MEMILIKI KELEBIHAN ATAS BINATANG, karena segala sesuatu adalah sia-sia.

Bagi saya, jelas, derajat manusia ialah lebih unggul dibanding "lainnya."

Semoga apa yang kami sampaikan bisa bermanfaat buat saudara saudara seiman dan juga saudara saudaraku yang sedang proses mencari jati diri untuk Mengenal Satu-Satunya Agama yang di Ridhai Allah, Tuhan Semesta Alam Hanyalah Islam..

Saleum :) 

Ayat Perang dalam Al-Quran dan Alkitab, Mana yang Mengerikan..??


Berlandas pemaknaan distortif terhadap ayat yang bicara soal perang, kaum atheis selalu mengkampanyekan bahwa agama adalah pemicu perang. Pekan lalu televisi Al Jazeera membahas tema tersebut. Berikut bagian pertama dari tiga tulisan yang menyimpulkannya untuk rubrik Islam Digest di Republika Online.
-------------

Kebanyakan persepsi dunia Barat menganggap Alquran banyak mempromosikan perang dan konflik. Pandangan seperti ini bertambah kuat setelah peristiwa 11 September. Salah satu ayat yang kerap dikaitkan dengan perang itu adalah Surat At Taubah ayat 5.

Ayat tersebut memang secara eksplisit menyebutkan kata 'bunuhlah'. Lengkapnya ayat tersebut bisa diterjemahkan, "Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesunggunya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Persepsi keliru kerap terjadi karena ayat tersebut hanya dibaca secara parsial, dan tidak dikaitkan dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Banyak ahli tafsir memahami bahwa ayat tersebut terangkai dengan perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah SAW dan kaum musyrik Makkah. Perintah untuk membunuh diarahkan pada kaum musyrik yang nyata-nyata melanggar perjanjian. Ayat-ayat di sekitar ayat tersebut, nyata sekali menggambarkan perintah Allah SWT kepada umat-Nya untuk senantiasa menjaga perdamaian.

Ayat lain yang menyebutkan peperangan terdapat dalam Surat Albaqarah ayat 190-191. Ayat tersebut menurut Alquran Terjemah terbitan Departemen Agama RI berbunyi, "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

Kemudian ayat 191 Surat Albaqarah menyebutkan, "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah), dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikian balasan bagi orang-orang kafir.

Perihal perang juga disebut dalam ayat lainnya yang terdapat dalam Surat Al Maidah ayat 33. Jika diterjemahkan, ayat tersebut mengungkapkan, "Sesunggunya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar."

Ketiga ayat terakhir ini menyiratkan perintah perang terhadap umat Islam dengan posisi untuk membela diri. Kaum Muslim diseru untuk berperang, jika memang dalam kondisi diserang oleh kelompok musyrik.

Ayat-ayat seruan perang, bukanlah monopoli Alquran. Dalam Injil, seruan perang juga tidak kalah banyak. Salah satu ayatnya berbunyi, "Panah-panah-Ku akan dilumuri darah mereka; semua yang menentang Aku Kubunuh dengan pedang-Ku. Tidak Kubiarkan siapa pun melawan Aku; orang tahanan dan yang luka-luka mesti mati juga." (Deuteronomy 32:42)

Bagian lain dalam Injil juga menyebutkan, "Apabila Tuhan, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu, yakni orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus, tujuh bangsa, yang lebih banyak dan lebih kuat dari padamu, dan Tuhan, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka." (Deuteronomy 7:1-2)

Pembandingan ayat-ayat perang ini menjadi topik dialog sangat hangat dalam program Riz Khan di stasiun televisi Al Jazeera 26 Maret 2010. Dialog ini menghadirkan seorang guru besar sejarah dan agama di Penn State University Amerika Serikat (AS), Philip Jenkins, dan mantan sekjen Komunitas Muslim Amerika, yang juga imam Dar Al Hijrah Islamic Center, Shaker Al Sayed.

Profesor Jenkin sebelumnya telah membuat studi yang membandingkan ayat-ayat soal perang dalam Alquran dan Injil. Salah satu temuan penting yang diungkapkan Jenkin dari studinya itu menyebutkan bahwa ayat-ayat perang dalam Injil juga sangat keras.

Dalam dialog tersebut dia menyebutkan bahwa dalam Injil juga diungkapkan adanya istilah Herem. Menurut dia, konsep ini lebih mengerikan dari sekadar perang. Herem, kata dia, bisa diartikan sebagai pemusnahan massal yang harus dilakukan terhadap wilayah yang berhasil diduduki. "Yang harus dimusnahkan adalah seluruh kaum pria, wanita, anak-anak, bahkan binatang," ungkap Jenkins. Kata Herem ini, sambung dia, termuat dalam banyak halaman Injil seperti Injil Joshua.

Selama ini, Jenkins memandang bahwa ayat tersebut banyak dijadikan justifikasi oleh umat Kristen maupun Yahudi untuk melegalkan peperangan. Penjajahan Eropa terhadap bangsa-bangsa di Afrika dan Asia, tutur dia, berjalan dengan legitimasi ayat-ayat tersebut.

Dalam pengamatannya, saat ini ayat-ayat berdarah dalam Injil itu tidak lagi terlampau banyak disalahpahami. Menurut dia, Kristen maupun Yahudi mulai lebih dewasa dalam menerjemahkan ayat tersebut. Penekanan Jenkins soal kondisi umat Kristen dan Yahudi saat ini bisa kembali membuka perdebatan jika dikaitkan dengan situasi yang masih terjadi di Irak, Afghanistan, juga Palestina.

Lebih lanjut Jenkins menyadari bahwa kajiannya ini bisa memicu pandangan bahwa dirinya hendak membangkitkan kembali konflik Islam-Kristen dalam perang salib. Namun dalam dialog tersebut dia menekankan bahwa studinya dijalankan dalam konteks menyeru umat beragama untuk belajar dari sejarah. "Jadi lewat studi ini saya ingin berbicara dalam konteks kebenaran dan rekonsiliasi," tutur dia.

Lebih jauh dari ini, dia juga menyeru kepada seluruh umat beragama untuk meletakkan setiap ayat yang dibacanya ke dalam konteks yang benar. Jenkins mengingatkan semua pihak untuk tidak mempolitisasi ayat-ayat dalam Kitab Suci untuk kepentingan yang sifatnya sangat pribadi.

Lalu bagaimana dengan penjelasan soal ayat-ayat yang menyiratkan perang dalam Alquran? Shaker Al Sayed menjelaskan bahwa selama ini banyak pandangan yang menilai Alquran mendorong umat Islam untuk menjalankan tindak kekerasan atas nama agama terhadap umat lain. Pandangan seperti ini, sangatlah keliru.

Alquran, tutur dia, sangat kuat mendorong umat Islam untuk menegakkan perdamaian. Bahkan dalam medan perang, menurut dia, umat Islam senantiasa didorong untuk menggiring semua pihak ke situasi damai.

Pernyataan dalam Surat At Taubah ayat 5, ungkap dia, banyak disalahtafsirkan karena dibaca secara terlepas dari konteksnya. Menurut dia, pernyataan dalam ayat tersebut merujuk pada semua lokasi di medan pertempuran. "Ini sungguh gila, jika ayat tersebut kemudian dimaknai sebagai perintah untuk membunuh semua orang non-Muslim di manapun berada," ujar dia.

Pemahaman bahwa istilah dimana saja itu hanya terbatas di medan pertempuran itu pun, dinilainya, telah dijalankan oleh sebagian besar umat Islam. Buktinya, tutur dia, selama berabad-abad umat non-Muslim bisa hidup berdampingan dengan umat Islam di berbagai belahan dunia.

Kata dia, sama sekali, Alquran tidak pernah mengajarkan kekerasan. Peperangan yang diizinkan oleh Allah SWT adalah peperangan umat Islam dalam posisi membela diri. Hanya, menurut dia, selama ini banyak pihak yang mencoba mempolitisasi ayat tersebut untuk mengesankan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan.

Shaker kemudian mengutip ungkapan yang sangat terkenal soal pendistorsian terhadap Islam itu. "Kalau umat Islam menyalak, maka itu digolongkan sebagai aksi terorisme. Tapi ketika umat Kristen menggigit, maka ini hanya tindak kriminal," kata dia mengumpamakan. Di internal Muslim, diakuinya, memang masih ada kalangan yang terbawa oleh penafsiran manipulatif terhadap ayat tersebut.

Untuk mengatasi kesalah pahaman di internal Muslim, Shaker, menyatakan bahwa pihaknya akan menjadikan kalangan muda sebagai sasaran utamanya. Menurut dia, kaum muda pada umumnya sangat emosional. Intinya, imbuh dia, seluruh pusat kajian Islam di dunia ini senantiasa membuka pintu untuk semua pihak yang ingin mendapatkan informasi soal agama tersebut.

Karena itu, menurut Shaker, agen-agen rahasia seperti FBI tidak perlu membuat program 'infiltasi' terhadap kelompok Muslim. Dia menilai bahwa istilah tersebut hanya cocok untuk diterapkan bagi kelmpok yang sifatnya tertutup. Shaker menekankan bahwa Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam sangat membuka diri.

Sumber : al jazeera