Thursday, January 23, 2014

Yesus Kristus Mencari Tempat di Dunia Yunani (abad II-III)


1. Situasi pada awal abad II

Menjelang akhir abad I Masehi kepercayaan Kristen sudah tersebar luas. Di mana-mana terbentuk jemaah-jemaah Kristen. Menurut petunjuk yang dapat digali dari karangan-karangan yang terkumpul dalam Perjanjian Baru, refleksi umat Kristen atas fenomena Yesus dan pengalaman umat sendiri semakin terpengaruh oleh alam pikiran Yunani. Para penerus Paulus (penulis Ef, Kol, surat pastoral), penulis 2Ptr, Yud, Kis, Ibr, sudah bergerak dalam alam pikiran yang ciri Yunaninya menyolok. Demikian pun karangan-karangan yang berasal dari tradisi Yohanes. Pengaruh kebudayaan Yahudi mundur.

Tradisi awal yang berpangkal pada Yesus sendiri dan pada jemaah semula mulai dibukukan dalam karangan-karangan yang kemudian disebut "Injil-injil sinoptik". Tentu saja tradisi itu pun sudah diolah dan pengolahan itu terpengaruh oleh kebudayaan Yunani. Di samping karangan-karangan itu serta karangan-karangan lain yang kemudian terkumpul dalam Perjanjian Baru, tercipta dan beredar karangan-karangan lain. Sebagian dari karangan-karangan itu pada abad XVII terkumpul menjadi "Patres Apostolici" (Bapa-bapa rasuli). Jumlah karangan yang dimasukkan ke dalam kumpulan itu tidak selalu sama. Boleh disebutkan "Didakhe", ialah "Pengajaran kedua belas Rasul" (disusun sekitar th. 90/100).

Didakhe itu merupakan suatu Tata tertib Gereja/Jemaah. Ada sebuah karangan yang disebut "Surat Klemens Romanus", ialah sepucuk surat yang dialamatkan oleh jemaah di Roma kepada jemaah di Korintus. Ditulis sekitar tahun 100. Lagi sebuah karangan yang disebut "Surat Barnabas" yang ditulis sekitar tahun 120. Ada tujuh surat yang oleh Ignatius, uskup Antiokhia di Siria, sekitar tahun 107 dikirim kepada sejumlah jemaah di Asia Depan, Roma dan uskup Smirna, Polykarpus. Polykarpus ini sekitar tahun 107 menulis sepucuk surat kepada jemaah di Filipi. Selama abad II sejumlah besar karangan lain beredar. Hanya saja sukar dipastikan kapan persis karangan-karangan itu disusun. Tetapi di antaranya (Misalnya: Injil yang disebut Injil Tomas) ada yang menjelang akhir abad I atau pada awal abad II digubah, sehingga sezaman dengan beberapa karangan yang tercantum dalam Perjanjian Baru.

Seperti terbukti oleh karangan-karangan Perjanjian Baru dan lain-lain karangan, maka umat Kristen pada awal abad II jauh dari seragam, baik dalam organisasinya maupun dalam pengungkapan iman kepercayaannya. Sebuah Kitab Suci Kristen belum ada. Satusatunya Kitab Suci yang diterima ialah Kitab Suci Yahudi, Perjanjian Lama yang dibaca dan ditafsirkan dengan kaca mata Kristen, ialah pengalaman umat Kristen dengan Yesus dan Roh Kudus. Tetapi sudah terbentuk beberapa rumus pendek yang meringkaskan pokok-pokok inti kepercayaan Kristen (Ibr 5:12; 6:1-2). Beberapa dari rumus itu tercantum dalam Perjanjian Baru (IKor 15:3-5; ITes 4:14; Rm 1:3-4; 4:25; 10:9-10; IPtr 3:18-19; ITim 3:16; 2:5; Kis 8:37). Hanya baiklah diingat bahwa rumus-rumus itu tidak sama di mana-mana dan karangan-karangan yang tercantum dalam Perjanjian Baru cukup terbatas lingkup peredarannya dan boleh jadi dicurigai (2Ptr 3:15-16).

Meskipun tidak ada suatu "pusat" umum, mirip dengan Roma yang di kemudian hari menjadi pusat Gereja (Katolik), ada beberapa tempat yang luas pengaruhnya. Yerusalem sebagai pangkal dan awal mula segala-galanya tetap penting. Tetapi di samping itu berkembanglah beberapa pusat lain: Antiokhia di Siria, Efese di Asia Depan, Roma dan kiranya juga Aleksandria di Mesir (lKor 1:12; 16:12; Kis 18:12, 24; 28:15).
Kekristenan yang tidak seragam itu toh sudah menjadi dua cabang, masing-masing dengan cirinya sendiri. Tentu saja tidak jelas terpisah dan kadang kala tumpang tindih, namun ada dua arus dalam kekristenan.

Ada kekristenan Yahudi, yaitu jemaah-jemaah yang terutama terdiri atas orang yang berbangsa Yahudi. Pusat jemaah-jemaah itu tentu saja Yerusalem, tetapi mereka toh terutama tersebar di Diaspora dan terpengaruh oleh alam pikiran dan sinkretisme Yunani. Rupanya jemaah-jemaah Kristen-Yahudi itu terutama terdapat di Palestina, Siria, Asia Depan dan Mesir. Dan ada kekristenan Yunani, ialah jemaah-jemaah yang secara eksklusif atau terutama terdiri atas orang yang tidak berbangsa Yahudi dan seluruhnya berkebudayaan Yunani. Karangan-karangan Perjanjian baru, khususnya karangan-karangan Paulus, membuktikan bahwa antara kedua cabang kekristenan itu ada ketegangan yang juga menyangkut caranya Yesus Kristus dipikirkan dan dinilai. Paulus memang berbangsa Yahudi, tetapi toh tampil sebagai suara jemaah-jemaah Yunani. Dan jelaslah antara Paulus dan jemaah di Yerusalem, pusat kekristenan Yahudi, ada ketegangan dan malah permusuhan (Kis 15:1, 39; Gal 2:4, 12; 6:13; IKor 11:21; Flp 3:2-3; Rm :30-31). Dan kekristenan Yahudi selama abad II terus bermusuhan dengan Paulus, yang dinilai sebagai "pengkhianat" dan "murtad".

Tiap-tiap cabang kekristenan, Yahudi, dan Yunani, menempuh perkembangannya sendiri. Dan perkembangan yang berbeda itu pun menyangkut refleksi atas fenomena Yesus. Muncullah "kristologi" yang berbeda.

To Be Continue ;)

1 comments:

Mus Lim said...

Bagus sekali artikel ini :D

Tapi sebaiknya kolom komentar jangan dikasi captcha, repot :D

Salam...

Post a Comment