Pada saat itu, Gereja bertindak sebagai wakil Tuhan dan bisa mengatasnamakan Tuhan dalam segala tindakannya. Para pemimpin Gereja pun diakui haknya untuk mengampuni dosa manusia. Pada 31 Oktober 1517, Martin Luther memberontak pada Paus dengan mempublikasikan 95 poin pernyataan, terutama menentang praktik penjualan ‘pengampunan dosa’. Pada tahun 1521, Luther dikucilkan dari Gereja Katolik, lalu kemudian dia ditahan dan disiksa dengan dicongkel kedua matanya didalam sebuah Gereja Katolik.
Menurut Peter de Rosa (dalam bukunya Vicars of Christ : The Dark Side of the Papacy), hal ini hanya menambahkan unsur kemunafikan terhadap sebuah kejahatan (“it merely added hypocricy to wickedness”). Yang juga sangat mengherankan adalah bagaimana cara-cara penyiksaan dalam Inquisisi dihalalkan bahkan oleh mereka yang disebut sebagai ‘orang-orang suci’ atau rohaniwan.
Robert Held, dalam bukunya yang berjudul “Inquisition” memuat foto-foto dan lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang kejahatan Inquisisi pada masa-masa itu. Held memaparkan lebih dari 50 jenis dan model alat-alat penyiksaan serta berbagai metodenya. Kekejaman tersebut bervariasi mulai dari pembakaran hidup-hidup, pencungkilan mata, membelah tubuh manusia dengan gergaji, pemotongan lidah, menghancurkan kepala dengan sebuah alat khusus, mengebor kelamin wanita, dan sebagainya.
Yang menarik lagi, sekitar 85 persen dari korban penyiksaan dan pembunuhan tersebut adalah perempuan. Antara tahun 1450 – 1800, diperkirakan sekitar 2 – 4 juta perempuan dibakar hidup-hidup di Eropa, baik di negara-negara Katolik maupun Protestan.
0 comments:
Post a Comment