Diceritakan dalam kitab Afdhalus Sholawat karya Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani, hal. 170:
“………… Adapun Sholawat yang pertama yaitu Sholawat ‘Azhimiyyan, telah ditalqinkan oleh Nabi SAW langsung kepada Sy. Ahmad bin Idris dengan tanpa perantara, sekali dan dengan perantara Nabi Khidir sekali. Sesungguhnya telah dijelaskan oleh Syekh yang Kamil, orang yang Alim lagi mengamalkan, Sayyidi Syekh Ismail an Nuwab yang bermukim di Mekkah al Musyarafah, dari Gurunya Barakatul Wujud, Sayyidi Syekh Ibrahim as Rasyid, dari Gurunya yang Agung, Sayyidina Syekh Ahmad bin Idris, bahwa beliau ditalqin oleh Nabi SAW sendiri Awrad-awrad Thariqat Syadziliyyah, dan memberinya Awrad yang tinggi nilainya serta Thariqat Suluk yang teristimewa (khusus).
Bersabda Nabi SAW: “Barangsiapa yang sampai kepadamu (wasilahnya) maka ia tidak akan tersesat ke daerah yang lain atau kepada jaminan yang lain, tetapi akulah yang menjadi kekasihnya dan dia menjadi tanggunganku”.
Syekh Ahmad bin Idris berkata: “Aku berkumpul bersama Nabi SAW secara nyata beserta Nabi Khidir As. Nabipun memerintahkan kepada Nabi Khidir As. agar menalqinkan kepadaku Wirid-wirid Thariqat Syadziliyyah. Lalu Nabi Khidir mengajarkan dzikir tersebuta di hadapan beliau SAW. Kemudian bersabda Nabi SAW kepada Nabi Khidir:
“Wahai Khidir, talqinkan (ajarkan) dia wirid-wirid yang mencakup seluruh dzikir, sholawat dan istighfar, yang lebih utama ganjaranya dan lebih banyak jumlahnya”. Berkata Nabi Khidir: “Apakah itu wahai Rasulullah?” Bersabda beliau SAW: “Katakan olehmu: Laailaaha illallaahu Muhammadur Rosuulullaah, Fii kulli lamhatin wanafasin ’adada maa wasi’ahuu ’ilmullaah.
Sehingga akupun meniru bacaan setelah keduanya (Rasulullah SAW & Nabi Khidir As) selesai mengucapkannya. Diulangi oleh Rasulullah SAW hingga 3 (tiga kali). Lalu beliau bersabda: “Ucapkan: Allaahumma innii as ‘aluka bi nuuri Wajhillaahil ’Azhiim……
Kemudian bersabda Nabi SAW: “Ucapkan:
Astaghfirullaahal ’azhiim. Alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum…… Itulah Istighfar Kabir, lalu diulangi oleh Nabi Khidir, dan aku mengulanginya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Ya Ahmad, sungguh aku berikan kunci langit dan bumi, itulah dzikir yang khusus, shalawat yang agung, dan istighfar yang besar”.
Dikatakan pula oleh Syekh Ahmad: “kemudian aku menerima awrad tersebut langsung dari Rasululah SAW dengan tanpa perantara, sehingga aku talqinkan kepada para murid sebagaimana yang telah ditalqinkan kepadaku”.
Pernah suatu kali Rasulullah SAW bersabda kepada Syekh Ahmad:
Laailaaha illallaahu Muhammadur Rosuulullaah, Fii kulli lamhatin wanafasin ’adada maa wasi’ahuu ’ilmullaah.
Aku menyimpannya untukmu, wahai Ahmad. Tiada seorangpun yang dapat mendahului keutamaan engkau, wahai Ahmad. Ajarkan pada para pengikutmu, agar mereka menjadi orang pertama yang mengetahuinya”.
Syekh Ahmad berkata, “Rasulullah SAW membacakan untukku hizib-hizib dari lafazh beliau”. Sehingga, ulama pengikutnya merasa kesulitan pada suatu kalimat dalam hizib. Maka ia berkata, “Wahai saudara kami, demikianlah Rasulullah SAW mengucapkan kepadaku”.
Para Guru Shufi mengatakan bahwa dasar Thariqat Syadzili diambil dari Syekh Ahmad bin Idris. Dan setiap awrad yang diambil dari beliau berarti berasal dari Nabi SAW.1
Murid Ahmad bin Idris yang terbesar, Sayyidi Muhammad bin Ali as Sanusi dalam kitabnya Masyariqul Anwar menceritakan bahwa ia pernah ditanya ‘Kepada siapa awrad ini dinisbahkan?’ Beliau katakan bahwa setiap murid yang ditalqin oleh Syekh Ahmad bin Idris pada awalnya, berarti ia ditalqin oleh Nabi SAW.2
Apa yang terkandung dalam dzikir ini mencakup segala dzikir seluruh makhluk, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Secercah benda cair maupun padat, yang bernyawa atau tidak merupakan bagian terkecil dari Ilmu-Nya, yang tak lepas dari pengamatan-Nya, kesemuanya terangkum dalam keluasan Ilmu Allah (Wasi’ahu ’Ilmullaah).
Tulang-tulang purbakala (fosil) yang berumur sekian juta tahun yang lalu melahirkan pertanyaan ‘Ciptaan yang ke berapakah kita ini?’ Semua makhluk terangkum dari awal penciptaan ruhani hingga hari kebangkitan nanti, tidak bisa kita bayangkan. Lautan yang begitu dalam masih menyisakan keheranan yang tak habis-habis bagi kita mengenai kehidupan di laut, serta aneka jenis hewan di sana yang kelihatannya baru diciptakan, lantaran ketidaktahuan kita.
Dalam sebuah penemuan ilmuwan baru-baru ini ditemukan bintang yang berjarak 60.000 tahun perjalanan cahaya (perjalanan cahaya 300.000 km/detik). Kita tidak mampu menjangkau luasnya ciptaan Allah, apalagi Ilmu-Nya yang dilahirkan dari segala ciptaan-Nya, baik yang terbesar maupun yang terkecil. Dan sesunguhnya apa-apa yang tak terjangkau atau tersembunyi di balik alam jagad raya ini merupakan bagian ciptaan-Nya. Itulah bukti Kebesaran-Nya dan kekerdilan pengetahuan manusia. Kesemua pengetahuan yang demikian luas itu terangkum dalam intisari dzikir Fii kulli lamhatin wa nafasin ’adada maa wasi’ahu ’ilmullaah.
Dzikir Fii kulli lamhatin dari Rasulullah mengkondisikan perjalanan dzikir jahar kita menuju sir. Dengan membiasakan seluruh tubuh kita berdzikir dengan lafazh ini maka akan membentuk tubuh yang senantiasa ingat kepada-Nya. Seluruh aktivitasnya dihakikatkan berasal dari-Nya, dan Allah yang menggerakkan apa yang kita lakukan. Inilah yang membuktikan sifat-sifat Allah dalam Asma’-Nya menyerap ke dalam tubuhnya.
Lafazh dzikir Fii kulli lamhatin mempunyai keselarasan dengan ritme gerak tubuh orang yang berdzikir. Semua persendian tubuh bisa merefleksikan intonasi irama dzikir ke dalam bentuk perwujudan gerak tubuh. Hal ini membuktikan adanya aspek dinamis dalam setiap pergulatan hidup manusia sehari-hari yang melibatkan semua rangkaian organ tubuh.
1 Thariqat-thariqat yang mengambil sumber Awrad / ajaran dari Syekh Ahmad adalah Al Idrisiyyah, Sanusiyyah, Dandirawiyyah, Rasyidiyyah, Shalihiyyah, Madaniyyah, Ja’fariyyah, Majdzubiyyah, Khatmiyyah, Mirghaniyyah.
2 Demikian pula disebutkan oleh Sayyid Muhammad Utsman al Mirghani dalam kitab Ratib dan Sayyidi Shalih Ja’far dalam kitabnyaMafatihus Samawati wal Ardh. (Pengantar kitab Majmu’ah Awrad Sayyidil Imam Ahmad bin Idris Ra.)