Thursday, June 19, 2014

Dzikir Jahar Adalah Fitrah


Dzikir dengan gerak seluruh jiwa dan raga merupakan suatu kebutuhan dan fitrah bagi manusia. Hal ini telah dibuktikan oleh gejala alamiyah manusia yang selalu ingin mengekspresikan jiwanya dengan berbagai bentuk hasrat, dan di antaranya adalah ingin didengar dan dilihat orang lain. Mereka sedang membutuhkan perhatian di saat banyaknya energi bebas yang tak bisa disalurkan sehingga melahirkan berbagai gejolak jiwa.

 Terkadang mereka hanya membutuhkan suatu sensasi untuk memuaskan gejolak perasaannya yang tersumbat.

Ada semacam ketidakpuasan manusia dengan berbagai atribut yang disandangnya. Kepuasannya terhadap alam fisik, melahirkan kegersangan batin yang harus diobati. Banyak energi mubadzir yang dikeluarkan manusia untuk mencapai maksud yang diinginkannya, hingga menyebabkan petaka bagi dirinya bahkan orang lain.

Manusia semakin hari dipacu untuk merespon kejadian demi kejadian setiap waktu, yang hal ini bisa membuat hati dan pikirannya jenuh. Sehingga dengan adanya percepatan rotasi gerak kehidupan sekarang ini manusia telah melampaui ruang dan waktu serta daya kemampuan orang-orang sebelumnya. Oleh karena itu dengan adanya kondisi yang demikian, kita akan bertanya-tanya ‘Adakah solusi atau petunjuk dari Allah Sang Pencipta menghadapi semuanya ini melalui format ibadah yang telah diperintahkan-Nya dalam Al Quran’?

Allah begitu sempurna dengan teknik ciptanya. Tiada solusi yang tertutup atau tertinggal di sisi Allah terhadap berbagai masalah dan petaka yang sedang dihadapi manusia, jika ia ingin mencarinya. Allah telah menyiapkannya melalui Kalam-Nya yang Qadim dan Sempurna, lalu mengajak kita untuk kembali merenungkan fitrah kejadian yang sebenarnya sebagai pedoman yang lurus dalam menjalankan Agama-Nya.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar Rum: 30)

Agama disusun sesuai dengan fitrah manusia, yang tak lepas menguraikan permasalahan lahirnya manusia hingga pertumbuhannya sampai ia dibangkitkan di hadapan-Nya nanti. Proses pembentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia menurut ilmu biologi dimulai dari proses pembentukan darah. Darah yang pernah dipresentasikan Nabi SAW sebagai wadah yang dapat dialiri oleh bisikan syaithaniyyah pada diri manusia, dihasilkan dari tulang. Hal ini sejalan firmanNya yang mengatakan:

Maka manusia hendaknya memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan dada”. (Ath-Thariq: 5-7)

Berdasarkan ayat tersebut awal penciptaan manusia dimulai ketika darah terpancar dari dua tulang, yakni sulbi dan dada, dengan kata lain tulanglah yang punya peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan darah.

Tulang pada manusia menurut penuturan Al Ghazali berjumlah 256 buah (belum termasuk dalam rangkaian sumsum, kepala, dsb). Kesemuanya bergerak dengan dihubungkan dengan sendi-sendi yang begitu elastis. Pergerakan anggota tubuh manusia dipondasikan oleh gerakan tulang yang membawa kepada bentuk gerakan tubuh manusia secara utuh. Salah satu kelebihan tulang adalah sifat kekekalannya dibandingkan dengan anggota tubuh lainnya. Ia akan tetap menjadi saksi kehidupan manusia meskipun anggota tubuh lainnya hancur. Kandungan tulang yang ada pada dasar tanah mengandung zat resap tertentu yang bisa membantu para ilmuwan menentukan berapa usia atau tahun berapakah makhluk yang mempunyai tulang itu hidup, fosil-fosil (tulang purbakala) membuktikan hal itu.

Sifat daya resap dan pertumbuhan tulang ini bisa menentukan perkembangan energi pada manusia baik secara ruhaniyah maupun jasmaniah. Pola pembentukan tulang yang dipengaruhi dengan gerak langkah dzikir / taat kepada Allah akan cukup banyak mempengaruhi gen keturunan seseorang berdasarkan adat kebiasaannya.

Pengaruh dzikir begitu dirasakan dan dianggap urgent ketika Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya untuk memperdengarkan Adzan dan Iqamat di telinga seorang bayi yang baru lahir ke dunia, sebelum ia menikmati suara atau bunyi-bunyi lain yang akan menutup jiwanya dari datangnya hidayah Ilahi. Suara akan mempengaruhi rasa batin, jiwa manusia akan menentukan sendiri mana instrumen musik yang ia sukai, apakah musik keras, lembut, slow, dll. yang kesemuanya menentukan karakter jiwa yang sedang membentuk dirinya. Oleh karenanya dzikir jahar yang melibatkan banyak karakter tubuh ini di masa sekarang begitu penting untuk dikembangkan menyambut fenomena gerak jiwa manusia yang semakin dinamis dalam berbagai bentuk kehidupan.

Shalat diibaratkan sebagai tiang agama. Pelaksanaan shalat melibatkan gerak tubuh dan hati, suatu pola pendidikan yang seimbang dengan memfungsikan dua elemen manusia. Dengan dasar itulah metode dzikir yang ditentukan Allah SWT dengan memfungsikan seluruh anggota tubuh seperti gerakan dalam shalat, secara tidak langsung menyimpulkan bahwa perintah dzikir dengan jahar itu menyesuaikan struktur bentuk tubuh manusia. Dalam firman-Nya yang lain dikatakan:

 “Maka apabila kam4u telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu”. (An Nisaa‘: 103)

Dzikir jahar adalah seperti shalat, yang melibatkan seluruh anggota tubuh untuk melaksanakan perintah dzikir. Kalau kita amati dengan seksama, seluruh gerakan shalat itu sesuai dengan struktur bangun tubuh manusia. Apa yang diciptakan Allah SWT untuk makhluk yang bernama manusia adalah sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadanya. Adalah shalat, dengan pergerakan silih berganti mulai dari takbir hingga salam memanfaatkan segala persendian dalam melaksanakannya. Tidaklah gerakan takbir, berdiri, ruku’ sujud, duduk tasyahud, salam, dsb. menyulitkan seseorang untuk menggerakkan anggotanya. Semuanya sesuai dengan ruang gerak ciptaan-Nya.1

Dzikir jahar menghendaki adanya suatu gerakan tubuh secara optimal yang menyeimbangkan keberadaan struktur tubuh manusia untuk menjadi sarana/alat untuk mengingat-Nya. Adanya gerakan-gerakan tubuh yang begitu teratur mengakibatkan terjadinya gesekan-gesekan persendian tulang, yang hal ini menyebabkan timbulnya energi panas (arus listrik).2 Arus listrik tersebut bisa menciptakan medan magnet yang bisa menarik benda-benda di sekelilingnya. Hal ini juga menggambarkan jika timbul semacam energi magnetis pada persendian tulang yang sedang diajak berdzikir, secara alamiah akan dapat menarik atau merekam Asma(Kalimat-kalimat) Allah ke dalam tubuhnya. Kondisi yang demikian itu akan menciptakan konsentrasi yang kuat terhadap perkembangbiakan jiwa dan raga manusia.

Asma-asma Allah yang terpendam dalam tubuh manusia itu memudahkan terciptanya dzikir sir, yang menimbulkan getaran panjang seperti gong jika dipukul. Atas dasar inilah banyak para Guru pembimbing ruhani mengatakan bahwa dzikir yang lembut suaranya tidak banyak memberi faedah bagi seorang mubtadi (pemula). Maka dianjurkan untuk berdzikir jahar untuk menimbulkan gema yang kuat pada jiwanya. (lihat Qoul Ulama tentang dzikir jahar)

Dzikir jahar adalah upaya menciptakan resonansi dzikir qalbu yang konsisten di setiap waktu dan tempat. Dengan membahanakan dzikir ke langit-langit alam malakut melalui pintu hati kita, gema dzikir itu akan memantul dan muncul dengan sendirinya. Panjangnya gaung (resonansi) dzikir itu sebagai perwujudan supaya mengistiqamahkan dzikir di dalam hati. Sehingga dalam segala aktivitas ia tidak mudah lupa kepada Allah. Allah SWT berfirman: 

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadahmu, maka berdzikirlah (menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut [(membangga-banggakan) para leluhurmu], atau bahkan berdzikir yang lebih dahsyat dari itu”.

Ibadah memiliki inti dzikir (ingat) kepada Allah, sehingga dalam segala aspek ibadah Allah sering menambahkan kata ‘dzikir’ sesudah ibadah-ibadah lainnya.

Asyadda dzikra mengandung arti kesungguhan yang menggunakan segenap kekuatan jiwa raga untuk melampiaskan kerinduan atau kecintaan kepada Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya: 

Dan orang-orang yang beriman itu teramat sangat mencintai Allah”.

Dzikir tidak saja menambah pahala bagi orang yang melakukannya, tapi juga menggugurkan dosa-dosa. Bisa diibaratkan sebuah pohon yang daunnya sudah menguning (tua) bila digerakkan dengan kekuatan lemah berbeda dengan kekuatan yang hebat. Maka daun yang berguguran akan lebih banyak bila pohon tersebut digerakkan dengan kekuatan yang keras. Itulah gambaran dosa-dosa kita. Jika daun-daun yang telah layu itu telah berguguran, yang tersisa adalah daun yang segar dan hidup. Yakni seperti hati yang hidup, karena selalu berdzikir kepada-Nya.

Banyak orang yang merasa ‘kurang cocok’ dengan dzikir jahar karena kurang memahami ayat berikut:

 "Janganlah engkau keraskan bacaan di kala sholatmu dan jangan tersembunyi, tetapi ambillah yang pertengahan di antara keduanya itu". (Al An’am: 97)

Ayat tersebut digunakan untuk menunaikan ibadah sholat, bukan dzikir secara khusus. Dengan mengutamakan dalil ayat itu untuk menolak dzikir jahar berarti kita menafikan ayat lainnya yang memerintahkan dzikir jahar sebagaimana tertera dalam berbagai nash Al Quran maupun hadits.

1 Tidaklah mengherankan bahwa seorang ilmuwan kedokteran pernah mengungkapkan bahwa gerakan-gerakan shalat adalah senam tubuh yang sangat bermanfaat bagi kesehatan seseorang.
2 Sebagai contoh: jika benda-benda padat mengalami gesekan dengan teratur akan menimbulkan panas (arus listrik). Arus listrik tersebut selanjutnya dapat menarik benda-benda halus di sekelilingnya.

Dzikir Jahar menurut Nash dan Qaul Ulama


Berdzikir dengan metode jahar memiliki sandaran kuat dari Al Quran dan Hadits. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala: 

“Maka jika engkau telah menunaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah dengan keadaan berdiri, duduk dan berbaring”. (an Nisaa’: 102)

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim: Dari Ibnu ’Abbas Ra. berkata: 

"bahwasanya dzikir dengan suara keras setelah selesai shalat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah SAW". Kata Ibnu ’Abbas, “Aku segera tahu bahwa mereka telah selesai shalat, kalau suara mereka membaca dzikir telah kedengaran”.1

Para pendidik ruhani masa lalu menyatakan dengan berbagai landasan eksperimennya bahwa “Orang-orang yang mubtadi (pemula) dan bagi orang-orang yang menuntut terbukanya pintu hati adalah wajib berjahar dalam dzikirnya”. Syaikh Abdul Wahhab asy Sya’rani Rahimahullahu Ta’ala berkata: 

“Sesungguhnya sebagian besar Ulama Ahli Tasawuf telah mufakat bahwasanya wajib atas murid itu berdzikir dengan jahar, yakni dengan menyaringkan akan suaranya dan didalamkannya. Dan berdzikir dengan sirri dan perlahan-lahan itu tidak akan memberi faidah kepadanya untuk menaikkan kepada martabat yang tinggi”2

Berdzikir jahar yang dimaksud adalah berdzikir dengan suara keras yang sempurna, sehingga bagian atas kepala hingga kaki mereka itu bergerak. Dan seutama-utama dzikir jahar adalah berdiri, dengan menghentak, bergerak teratur dari ujung rambut hingga ujung kaki, hingga seluruh jasadnya turut merasakan Keagungan dan Kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla.

Keunggulan dzikir jahar itu adalah seperti yang dikatakan seorang Ulama Ahli Tasawuf: 

“Apabila seorang murid berdzikir kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla dengan sangat kuat dan semangat yang tinggi, niscaya dilipat baginya maqam-maqam thariqah dengan sangat cepat tanpa halangan. Maka dalam waktu sesaat (relatif singkat) ia dapat menempuh jalan (derajat) yang tidak bisa ditempuh oleh orang lain salam waktu sebulan atau lebih”.

Syekhul Hadits, Maulana Zakaria Khandalawi mengatakan, ‘Sebahagian orang mengatakan bahwa dzikir jahar (dzikir dengan mengeraskkan suara) adalah termasukbid’ah dan perbuatan yang tiada dibolehkan). Pendapat ini adalah menunjukkan bahwa pengetahuan mereka itu di dalam hadits adalah sangat tipis. Maulana Abdul Hayy Rahimahullahu Ta’ala mengarang sebuah risalah yang berjudul ‘Shabahatul Fikri’. Beliau menukil di dalam risalahnya itu sebanyak 50 hadits yang menjadi dasar bahwa dzikir jahar itu disunnahkan’.3

Dan dzikir jahar itu dianjurkan dengan berjama’ah4, dikarenakan dzikir dalam berjama’ah itu lebih banyak membekas di hati dan berpengaruh dalam mengangkat hijab.

Imam al Ghazali Rahimahullahu Ta’ala telah mengumpamakan dzikir seorang diri dengan dzikir berjama’ah itu bagaikan adzan orang sendiri dengan adzan berjama’ah. Maka sebagaimana suara-suara muadzin secara kelompok lebih bergema di udara daripada suara seorang muadzin, begitu pula dzikir berjama’ah lebih berpengaruh pada hati seseorang dalam mengangkat hijab, karena Allah Ta’ala mengumpamakan hati dengan batu. Telah diketahui bahwa batu tidak bisa pecah kecuali dengan kekuatan sekelompok orang yang lebih hebat daripada kekuatan satu orang”.5

1 Lihat Shahih Muslim I, Bab Shalat.
2 Lihat Siyarus Salikin III: 191.
3 Fadhilat zikir, Muh Zakariya Khandalawi. Terj. HM. Yaqoob Ansari, Penang Malaysia, hal 72.
4 Rasulullah SAW bersabda: “Tiadalah duduk suatu kaum berdzikir (menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla) melainkan mereka dinaungi oleh para malaikat, dipenuhi oleh rahmat Allah dan mereka diberikan ketenangan hati, juga Allah menyebut-nyebut nama mereka itu dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya”. (At Targhib wat Tarhib, II: 404)
5 Minahus Saniyyah, Abd. Wahab as Sya’rani.

1 comments:

Post a Comment