Friday, June 30, 2017

Sekilas Tentang Kerajaan Islam Pasai


Kerajaan Islam Pasai yang juga terkenal dengan Samodra Pasai adalah sebuah Kerajaan Islam di pesisir utara pulau Sumatra. Bahkan menurut ahli sejarah, perkataan Sumatra sendiri berasal dari perkataan Samodra, yang dalam loghat Arab berbunyi Samutra, dan ketika bangsa Eropa datang menyebutnya dengan Sumatra. Sejak itulah pulau besar ini disebut dengan Sumatra yang juga menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Samodra yang berpusat di Pasai. 

Sementara asal kata Pasai ada yang berpendapat berasal dari bahasa Aceh Pase (pasir) atau pohon Pase. Namun penelitian yang lebih mendekati, bahwa Pasai berasal dari kata Parsi (Persia), yang dilogatkan dalam bahasa masyarakat lokal Aceh sebagai Pasee. Hal ini berkaitan dengan banyaknya orang-orang dari Persia yang bermukim menempati wilayah Pasai masa itu, sehingga dinamakan dengan Pasee sebagai kebiasaan orang dulu untuk menamakan kampung halamannyanya jika menempati wilayah baru. Seperti di Kedah ada kampung Aceh, atau di beberapa tempat terdapat nama kampung Melayu, kampung Bugis atau kampung Jawa.

Pendapat kata Pasai berasal dari Parsia ini dikuatkan dengan beberapa bukti sejarah, seperti hubungan erat Kerajaan Pasai dengan Persia masa itu. Demikian pula makam-makam para Sultan Pasai sangat mirip dengan makam-makam di Persia, bahkan ditemukan huruf Arab-Persia dan beberapa ukiran dan relief yang berbau Persia. Pada makam Sultan Malik al-Saleh dan makam Sultanah Nahrishah sendiri ditemukan beberapa kalimat dalam bahasa Persia dengan tulisan kaligrafi Arab-Persia. Demikian pula silsilah para Sultan di Pasai, sebagaimana juga Sultan di Perlak menyambung dengan Pangeran dari Persia bernama Syahriansyah Salman al-Parisi yang memiliki anak Shahr Nuwi dan menjadi Sultan di Perlak, yang menjadi nenek moyang para Sultan di Pasai. Dengan demikian tidak diragukan bahwa kata Pasai (Pasee) berasal dari kata Persia.

Secara silsilah kekeluargaan, tidak diragukan bahwa Kerajaan Islam Pasai adalah kelanjutan dari Kerajaan Islam Perlak yang terlebih dahulu telah didirikan oleh Meurah Shahri Nuwi putra Sharianshah Salman al-Farisi (Raja Islam Jeumpa tahun 770 M di Bireuen). Dimana Kerajaan Perlak mulai  mengalami kejayaan sejak dipimpin oleh Maulana Abdul Aziz Syah pada tahun 225 H atau 840 M. Salah seorang keturunan dari Sultan Perlak dari garis Shahri Nuwi, yang dikenal dengan Sultan Malik al-Salih (w. 1297 M) yang digelar sebagai Meurah Silu mengembangkan sebuah kawasan perdagangan baru di antara Kerajaan Jeumpa dengan Kerajaan Perlak, kemudian berkembang menjadi kekuatan politik baru dengan berdirinya Kerajaan Islam Pasai. Perkembangan yang cepat Kerajaan Pasai pada akhirnya menggantikan peranan Kerajaan Islam Perlak yang mulai menurun peranannya pada awal abad ke 13 Masehi.

Di sini perlu diluruskan beberapa legenda yang menyatakan bahwa Meurah Silu bukan terlahir sebagai seorang Muslim, namun dia menganut Islam sesudah menjadi Raja Pasai sebagaimana yang dinyatakan dalam Sejarah Melayu berdasarkan kepada hikayat Raja-Raja Pasai yang diragukan kredibilitasnya. Realitas ini sungguh bertentangan dengan fakta sejarah, karena jelas silsilah Meurah Silu (Malik al-Salih) menyambung kepada keturunan Ahlul Bayt, diperkirakan menyambung dengan Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husein bin Sayyidah Fatimah binti Muhammad saw. Fakta ini diperkuat oleh peristiwa kedatangan Nakhoda Khalifah yang dipimpin oleh Sayyid Muhammad Diba’i bin Imam Ja’far Ash-Shaqid bin Imam Muhammad Al-Baqir, diterima baik oleh Shahir Nuwi di Perlak, bahkan anak Sayyid Muhammad bernama Sayyid Ali dikawinkan dengan Saudara Shahr Nuwi bernama Makhdum Tansyuri yang melahirkan Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah.

Adapun silsilah Sultan Malik al-Saleh (Meurah Silu) adalah:  Sultan Malik al-Saleh (Meurah Silu) putra Meurah Makhdum Malik Ahmad (Raja Jeumpa) putra Meurah Makhdum Ahmad (Raja Samalanga) putra Meurah Makhdum Malik Ibrahim (Raja Jeumpa) putra Meurah Makhdum Malik Masir (Raja Isak-Gayo II) putra Muerah Makhdum Malik Isak (Raja pertama Isak-Gayo) putra Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah (Sultan Perlak VII) putra Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah (Sultan Perlak VI) putra Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah (Sultan Perlak V) putra Meurah Makhdum Ahmad (Perdana Menteri Perlak pada masa Sultan Perlak II, Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdurrahman Syah) putra Meurah Makhdum Bahrum (Perdana Menteri Perlak pada masa Sultan Perlak I, Sultan Alaiddin Maulana Sayyid Abdul Aziz Syah) putra Meurah Shahri Nuwi (pendiri Perlak) putra Sahriansyah Salman al-Parisi (Raja Islam pertama Jeumpa) yang datang dari Persia.  Menurut ahli sejarah beliau adalah keturunan dari Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali, cucu Nabi Muhammad saw yang dilahirkan di Persia dan menjadi Raja di Jeumpa Bireuen.

Penelitian para ahli sejarah Ahlul Bayt, seperti Tun Suzanna dari Malaysia menyimpulkan bahwa ada 2 gelombang kedatangan keturunan Nabi saw ke Nusantara. Yang pertama langsung dari Persia, umumnya keturunan dari Imam Ja’far Shadiq yang telah menjadi petinggi di Kerajaan Persia dengan menggunakan gelar Syah (Shah), dan di Aceh dikenal dengan Syahri seperti yang digunakan oleh Pangeran Salman al-Parisi kepada anak-anaknya Shahri Nuwi, Shahri Poli, Shahri Dito, Shahri Duli. Sementara keturunan Shahri Nuwi selanjutnya menggunakan gelar Makhdum kepada keturunannya. Sementara gelombang kedua yang datang dari Yaman atau Hadramaut dari keturunan Muhammad Isa al-Muhajir, sudah menggunakan gelar Sayyid dengan tambahan dibelakang marga seperti Jamalullail, Al-Habsyi, Al-Idrus dan lainnya.

Dengan demikian jelas bahwa Sultan Makhdum Malik al-Salih  adalah salah seorang Ahlul Bayt Nabi Muhammad yang memiliki hubungan dekat dengan para Sultan Kerajaan Perlak maupun Jeumpa yang menjadi penggerak Islamisasi Nusantara. Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Sultan Malik al-Salih begitu tampil memimpin Kerajaan Pasai, kemudian memproklamirkannya sebagai pusat Islamisasi Nusantara menggantikan peranan Kerajaan Perlak atau sebelumnya Kerajaan Jeumpa.

Sebelumnya Pasai adalah sebuah perkampungan yang menjadi bandar transit bagi para pedagang yang menggunakan kapal layar dari negeri Arab menuju Cina ataupun sebaliknya. Namun dengan kemunculan Kerajaan Pasai pada awal abad 13 Masehi yang dipimpin Sultan Malik al-Salih, telah terjadi perubahan drastis dalam lalu lintas perdagangan di selat Malaka. Aceh yang dahulunya dikenal sebagai daerah penghubung, kini menjadi lebih aktif dalam perdagangan. Kerajaan Pasai menjadi pusat perdagangan dalam mengekspor hasil-hasil hutan dan pertanian. Komuditas Lada adalah diantara hasil pertanian yang sangat digemari oleh orang-orang Eropa, Arab dan Cina, yang telah menaikkan nama Kerajaan Pasai di seluruh dunia yang mendorong hadirnya saudagar-saudagar asing dari seluruh dunia. Berbagai kapal dagang dari seluruh dunia datang membawa bermacam-macam dagangan untuk diperjual-belikan di pelabuhan Pasai. 

Di bawah kepemimpinan Sultan Malik al-Salih yang memiliki kemampuan besar kepemimpinan serta berpegang teguh pada ajaran Islam, Kerajaan Pasai berkembang pesat bukan hanya sebagai bandar pelabuhan yang mengimpor berbagai komuditas di kawasan Selat Malaka pada saat itu, namun beliau mendorong rakyatnya menguasai berbagai teknologi. Dan  terbukti masyarakatnya tergolong memiliki teknologi yang maju, khususnya dalam teknologi pertanian. Itulah sebabnya Kerajaan Pasai menjadi salah satu negeri pengekspor berbagai bentuk hasil pertanian, seperti lada, bawang, semangka, pisang, tebu, jeruk dan lain-lainnya. 

0 comments:

Post a Comment